Santri Mandiri - Salah satu masyarakat indonesia bertanya "Saya mendengar seorang ustadz mengharamkan penghormatan kepada bendera merah putih. Menurutnya, penghormatan kepada selain Allah SWT dapat membawa kemusyrikan. Hal ini juga dilakukan sebagian sekolah. Mereka tidak melakukan upacara bendera merah putih itu. Mohon penjelasannya, terima kasih.
Sebagian kelompok Islam mengklaim dan menuduh bahwa hormat bendera merah putih adalah tindakan yang dilarang.
Penghormatan terhadap bendera itu bukan karena zat bendera itu sendiri, tetapi lebih pada mengenang mereka yang berkorban untuk kedaulatan suatu tanah air.
Jadi bentuk penghormatan kepada bendera sama sekali berbeda dengan penghormatan dalam arti penyembahan.
Penghormatan bendera ini sama persisi dengan kita menghormati orang alim, orang saleh, orang tua, dan orang-orang yang ramah.
Apakah Hormat Kepada Bendera Merah Putih Termasuk Perbuatan Syirik atau Musyrik
Sebagai Muslim, kita diperintahkan untuk menjaga keyakinan kita dengan mengesakan Allah SWT. Karenanya kita diharamkan untuk melakukan segala bentuk praktik penyembahan kepada selain-Nya.
Mereka menganggap bahwa hormat bendera merah putih termasuk tindakan mengagungkan makhluk yang berlebih-lebihan sehingga termasuk perilaku syirik (menyekutukan Allah SWT).
Benarkah Hormat Kepada Bendera Termasuk Syirik atau Musyrik
Adapun perihal penghormatan pada bendera dan simbol kenegaraan lainnya tidak bisa dianggap sebagai bentuk penyembahan kepada makhluk-Nya.
Karena penghormatan kepada bendera atau simbol kenegaraan lainnya merupakan bentuk ungkapan rasa cinta dan ungkapan semangat menjaga tanah air.
Untuk menjawab tuduhan semacam ini, perlu kiranya untuk memahami esensi yang ada dalam penghormatan kepada bendera merah putih.
Sebagaimana sebuah hadis dalam kitab Shahih al-Bukhari juz III halaman 23:
كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
Artinya: “Ketika Rasulullah SAW pulang dari perjalanan dan melihat dinding kota Madinah, maka beliau mempercepat lajunya. Dan bila mengendarai tunggangan, maka beliau menggerak-gerakkan karena cintanya kepada Madinah.” (HR. al-Bukhari)
Substansi Kandungan Hadis diatas
Hadis tersebut dikemukakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqolani dalam kitabnya, Fath al-Bari. Ia menegaskan bahwa “Dalam hadis itu terdapat petunjuk atas keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencintai tanah air serta merindukannya”. (Fath al-Bari, III/705)
Tidak Mengandung Unsur Ritual
Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Fatwa Al-Azhar:
فَتَحِيَّةُ الْعَلَمِ بِالنَّشِيْدِ أَوِ الْإِشَارَةِ بِالْيَدِ فِى وَضْعِ مُعَيَّنٍ إِشْعَارٌ بِالْوَلَاءِ لِلْوَطَنِ وَالاْلِتْفِاَفِ حَوْلَ قِيَادَتِهِ وَالْحِرْصِ عَلَى حِمَايَتِهِ ، وَذَلِكَ لَا يَدْخُلُ فِى مَفْهُوْمِ الْعِبَادَةِ لَهُ ، فَلَيْسَ فِيْهَا صَلَاةٌ وَلَا ذِكْرٌ حَتَّى يُقَالَ : إِنَّهَا بِدْعَةٌ أوَ تَقَرُّبٌ إِلَى غَيْرِ اللهِ
Artinya: “Hormat bendera dengan lagu (kebangsaan) atau dengan isyarat tangan yang diletakkan di anggota tubuh tertentu (misalnya kepala) merupakan bentuk cinta negara, bersatu dalam kepemimpinannya dan komitmen menjaganya. Hal tersebut tidaklah masuk dalam kategori ibadah, karena di dalamnya tidak ada salat dan dzikir, sehingga dikatakan “ini perilaku bid’ah atau mendekatkan diri kepada selain Allah.” (Fatawa al-Azhar, X/221)
Kesimpulan
Kalau penghormatan bendera itu dipahami sebagai bentuk ungkapan cinta dan semangat menjaga tanah, maka tidak satu pun dalil yang secara spesifik mengharamkan praktik ini.
Dalam konteks ini, kami menyimpulkan bahwa penghormatan bendera merah putih saat upacara tidak ada masalah dari segi hukum agama.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa hormat bendera merah putih bukanlah perilaku syirik karena tidak terdapat unsur ibadah dan tidak pula ada unsur menyekutukan Allah di dalamnya.
Hormat bendera merah putih murni sebagai bentuk cinta tanah air sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam hadisnya.